"Pasola: Tarian Perang Penuh Makna yang Memukau Dunia"
Di tengah hamparan savana Sumba Barat yang keemasan, puluhan penunggang kuda bersenjatakan lembing kayu melesat dengan gagah. Dengan pakaian tradisional berwarna cerah, mereka saling melempar lembing sambil meneriakkan yel-yel heroik. Inilah Pasola - ritual perang-perangan yang telah memikat hati wisatawan dunia sekaligus menyimpan falsafah hidup yang dalam.
Setiap tahun antara Februari hingga Maret, empat desa di Sumba Barat bertemu dalam ritual spektakuler ini. Bukan sekadar atraksi, Pasola adalah puncak dari serangkaian upacara adat Marapu (kepercayaan lokal Sumba) untuk menyeimbangkan alam semesta. "Kami melempar lembing bukan untuk membunuh, tapi untuk mengorbankan darah sebagai persembahan," jelas Umbu Hinar, tetua adat Desa Lamboya. Darah yang menetes di tanah diyakini akan menyuburkan lahan pertanian.
Yang membuat Pasola begitu memukau adalah kombinasi antara keberanian fisik dan kedalaman spiritual. Para peserta tidak memakai pelindung apapun. Namun anehnya, luka serius jarang terjadi. "Ini bukan keberuntungan," kata Umbu sambil tersenyum, "Saat Pasola, kami dalam keadaan suci. Lembing yang seharusnya mematikan tiba-tiba berubah arah sendiri."
Ritual ini diawali dengan munculnya "nyale" (cacing laut) di pantai, pertanda dimulainya musim tanam. Selama empat hari sebelumnya, para rato (pemimpin adat) melakukan meditasi dan persembahan. Pada hari-H, ribuan penonton lokal maupun turis mancanegara memadati bukit-bukit sekitar lokasi. "Ini lebih dahsyat dari film action Hollywood manapun," ujar Jean-Paul, turis Prancis yang khusus datang untuk ketiga kalinya.
Namun di balik kemegahannya, Pasola menghadapi tantangan modernisasi. Generasi muda mulai enggan mempelajari teknik tradisional, sementara komersialisasi pariwisata mengancam kesakralan ritual. Pemerintah setempat berusaha menyeimbangkan antara pelestarian budaya dan pengembangan wisata. "Kami membatasi jumlah turis dan melarang penggunaan kamera terlalu dekat," jelas Kepala Dinas Pariwisata Sumba Barat.
Pasola bukan sekadar tontonan, tapi pelajaran hidup tentang keberanian, penghormatan pada alam, dan rekonsiliasi. Setelah saling 'berperang', para peserta justru berpelukan dan minum sopi (arak tradisional) bersama. "Kami saling lempar hari ini, besok kami akan gotong royong panen," kata Umbu menggambarkan filosofi hidup orang Sumba
Komentar
Posting Komentar